Harga layanan Goofod mahal, tak sebanding dengan Rasa

Banyak yang kurang berminat dengan layanan Grab

GrabFood dan Gofood merupakan layanan jasa pesan antar makanan yang di sediakan oleh dua platform berbeda. Grab dan Gojek mempunyai market share yang besar di indonesia, oleh karena itu nama brand kedua layanan ini sudah tidak asing lagi di mata Masyarakat.

Meskipun Layanan Grab dan Gojek cukup populer, namun wilayah cover nya tidak tersedia di seluruh indonesia. Hanya wilayah kota-kota besar saja yang banyak pengguna layanan Gojek/Grab. Sementara untuk kota kecil, masyaratat jarang berminat dengan layanan ini.

Salah satu contoh nya kota tempat kelahiran saya, sebuah kota metropolitan kecil (Muara Enim). Ada layanan Grab di sini, namun sangat jarang digunakan. Hanya sebagian kalangan saja yang mau menggunakan layanan Grab. Ada sejumlah faktor kenapa maysrakat enggan menggunakan layanan Jasa online Ojek/Car Online.



1. Harga Bayar lebih mahal dibanding jasa standar

Ojek Offline harganya jauh lebih murah dibanding ojek online. Harga ojek online bisa meningkat dua kali lipat karena adanya potongan fee atau komisi tukang ojek yang diberikan ke aplikasi, sehingga pelayanannya jauh lebih mahal.

Misalnya saja, dengan ojek konvensional/Offline saya bisa membayar uang Rp 5.000/10.000 untuk pergi kepasar saja. Tapi jika order Grab, harga ongkos hanya untuk sekali jalan pergi berkisar 10-18.000 harga sudah tertera tergantung jarak dari aplikasi.

Kemudian untuk jasa pesan antar makanan, harga makanan yang di jual oleh merchant GrabFood lebih mahal dibanding membeli langsung. Selain itu makanan yang di jual oleh Merchant tersebut after sales nya buruk, pembeli di buat tidak puas.

Mulai dari Porsinya yang di kurangi, tidak lengkap sesuai gambar, harga mahal, hingga makanan sisa yang di masa ulang. Jadi banyak tuh pelanggan kecewa, dari yang awalnya coba-coba mendapatkan pengalaman yang tidak menyenangkan dari aplikasi. Sehingga mereka enggan menggunakan layanan Jasa ini lagi.



2. Masyarakat Kurang Update Teknologi

Sebagian besar masyarakat kota kecil kurang update/pengetahuan tentang teknologi terkini. Berbeda dengan kota-kota besar dimana digitalisasi sudah menjadi kebiasaan sehari-hari mereka. Masyarakat kota kecil kebanyakan bekerja sebagai buruh yang tidak memanfaatkan teknologi canggih seperti sekarang, ada pedagang, penjahit, cafe, dan sebagian ada juga yang bertani.

Sebagian maysrakat mungkin sudah paham dengan teknologi digital, misalnya bagi mereka yang bekerja di kantor. Pastinya tidak asing dengan teknologi keuangan digital. Nah yang menyebabkan banyak masyarakat tidak menggunakan layanan Grab/Ojek ini adalah ketidaktahuan informasi tentang teknologi.

Saya ambil sisi contoh misalnya, pada ajang pembukaan progam kartu prakerja tahun 2020. Banyak dari masyarakat yang tidak paham cara mendaftar, cara mengikuti ujian, ada juga yang ketinggalan informasi, hingga mereka tidak mendapatkan bantuan pemerintah.



3. Tidak adanya layanan kerja Grab/Gojek di wilayah terkait

Layanan Grab dan gojek tidak tersedia di semua tempat di indonesia. Hal ini karena kurangnya minat masyarakat terhadap layanan tersebut, jadinya Grab/Gojek sulit untuk melakukan penetrasi pasar jika di suatu wilayah masyarakat tidak ada yang mau menggunakan layanan ini.

Tidak ada leader yang bisa di ajak bekerja sama dalam mempromosikan layanan seperti ini. Masyarakat sepertinya jauh lebih pintar, mereka lebih menginginkan punya kendaraan sendiri dibanding menggunakan jasa. Dari sisi pertimbangan harga memang jelas lebih murah menggunakan kendaraan sendiri di banding jasa ojek.

Atau biasa menggunakan ojek lokal yang sudah lama dikenal. Adanya Gojek/Grab bagaikan hantu bagi masyarakat ekonomi kebawah, mereka tidak bisa memesan jasa lantaran harus dilakukan lewat aplikasi, dan harus menunggu hingga antaran/penjemputan sampai. Menurut saya layanan antar jemput ini sama sekali tidak efisien sih, karena petugas driver nya bekerja dua kali yakni jemput dan antar jadinya harga naik tinggi.



Rata-Rata masyarakat Berekonomi Lemah

Kurangnya minat masyarakat terhadap layanan Grab/Gojek yang cenderung mahal ternyata juga di pengaruhi oleh mata pencarian serta gaji bulanan masyarakat. Di kota kecil kebanyakan mata pencarian bertani, berjualan, hingga menyediakan jasa yang dimana gajinya dibawah UMR.

Masyarakat sebagai konsumen mempunyai kekurangan, sehingga dalam konsep ekonomi membuat minat masyarakat jadi kurang terhadap layanan mahal. Grab dan Gojek juga jadi tidak bisa membuat wilayah operasional beru, ada layanan namun tak banyak peminat.



Secara pengalaman pribadi saya juga merasakan pengalaman tidak menyenangkan dalam menggunakan jasa pesan antar yang di sediakan oleh Grab. Pertama pilihan makanan di lokasi tempat tinggal saya hanya sedikit, tidak banyak pilihan makanan yang bisa di pesan. Kemudian harga yang di sediakan melambung tinggi 2x lipat dari harga offline, kalau di offline kita bisa mendapatkan harga 10-20ribuan di Grab tertulis 25rb-45ribu.

Selain membayar harga makanan yang sudah naik 2x lipat, saya juga harus mengekuarkan kocek untuk membayar driver jadi total belanjaan jadi 3x lipat hanya untuk pesan makanan 1 porsi saja.

Dengan harga yang mahal after salesnya juga jelek, dimana makanan yang dipesan tidak sesuai dengan gambar yang tertera di merchant, porsi berasa seperti dikurangi, dimasak seadanya, tidak ada pelengkap seperti pada deskripsi merchant. Dan lebih parah lagi makanan yang di jual ada makanan sisa kemarin yang di masak ulang, jelas sudah tidak enak rasanya.

Di sini saja layanan Grab di salahgunakan oleh penjual tidak bertanggung jawab. Setelah 1 kali order pasti pembeli kecewa, dan tidak mau lagi order makanan lewat grab-food.

RyanID
RyanID Tertarik pada teknologi, full stack developer at netzku.com